Memperjuangkan Standar Tempe di Tingkat Internasional



Tempe yang merupakan makanan asli Indonesia, mulai menjadi perhatian masyarakat ilmiah ketika diselenggarakannya somposium ilmiah yang didukung oleh PBB yakni International Symposium on Indigenous Fermented Foods pada Nopember 1977. Sejak itu, gerakan makan tempe makin mendunia karena didorong oleh berbagai faktor, selain faktor ilmiah. Faktor-faktor itu yakni tempe yang makin populer di Amerika dan Eropa, adanya asosiasi pembuat tempe di Indonesia, dan meningkatnya gambaran positif tentang pentingnya makanan dari kedelai sebagai sumber pangan dengn kandungan zat gizi yang tinggi.

Pembahasan tentang tempe tersebut mengemuka dalam workshop yang diselenggarakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) di Jakarta pada akhir Maret lalu. Kepala BSN Bambang Setiadi mengatakan, karena tempe berasal dari Indonesia, maka sangat logis jika Indonesia mendukung upaya penyusunan standar tempe di forum internasional. "Perjuangan itu menuju titik terang ketika Indonesia mengusulkan usulan project document tentang Standard Regional Codex untuk tempe," jelas Bambang. Pada akhirnya, tambah Bambang, usulan project tersebut disetujui menjadi New Work of Standard Regional Codex on Tempe pada Sidang Codex Alimentarius Commission (CAC) ke-34 di Jenewa, Swiss ada 4-9 Juli 2011 lalu. 

Dengan disetujuinya tempe sebagai New Work of Standard Regional Codex, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk menyusun standar tersebut dengan memperhatikan kepentingan dan kemampuan industri nasional, serta mengacu kepada SNI yang telah ada. Apabila standar tempe telah ditetapkan menjadi Standar Regional Codex, "Indonesia akan mempunyai kesempatan besar untuk mengembangkan industri tempe modern di seluruh belahan dunia, dengan standar yang kita kembangkan sendiri. Indonesia telah memiliki pengalaman ketika kita mengembangkan standar untuk mi instan,"kata Bambang Setiadi. @andangsetiadi



sumber : http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56220